Bangkaterkini.id, Jakarta – Kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan, kali ini terkait dengan tarif impor sebesar 32 persen terhadap barang asal Indonesia. Meskipun tarif ini belum berubah dari ketentuan sebelumnya, DPR RI menilai dampaknya terhadap ekonomi nasional sangat signifikan dan harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah Indonesia.
Gambar Istimewa : apakabar.co.id
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, secara tegas meminta pemerintah untuk tidak tinggal diam dan segera melakukan pendekatan diplomatik kepada pemerintah AS. Menurut Dave, Indonesia perlu membuka kembali ruang negosiasi tarif impor agar tidak merugikan sektor industri dan ekonomi nasional.
“Kita harus bersiap, tidak hanya dari sisi ekonomi, tapi juga secara diplomasi. Pemerintah perlu segera melobi otoritas Amerika agar kita punya peluang untuk melakukan negosiasi ulang,” ujar Dave saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Kekhawatiran Terhadap Dampak Luas ke Sektor Ekonomi
Politikus Partai Golkar ini menekankan bahwa tarif impor AS yang diterapkan secara konsisten sejak periode sebelumnya berpotensi memberikan dampak serius bagi berbagai sektor. Mulai dari industri manufaktur, perbankan, hingga struktur ekonomi makro Indonesia, semuanya berisiko mengalami tekanan akibat kebijakan dagang tersebut.
“Ini bukan sekadar soal perdagangan, tapi bisa berdampak domino ke banyak sektor penting dalam negeri,” tambahnya.
Dave juga menyinggung soal situasi geopolitik global yang semakin memanas, terutama setelah Trump menyatakan akan memberlakukan tambahan tarif 10 persen kepada negara-negara yang mendukung kebijakan kelompok BRICS, yang dianggapnya “anti-Amerika”.
Melalui platform media sosial Truth Social, Trump menegaskan: “Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini.” Ini merupakan sinyal keras bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang mulai menjalin kerja sama lebih erat dengan BRICS dan OECD.
Optimisme pada Strategi Presiden Prabowo
Meski demikian, Dave tetap menyuarakan optimisme terhadap strategi diplomasi dan kerja sama luar negeri yang telah dibangun oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai langkah Prabowo untuk memperkuat hubungan dengan organisasi seperti OECD dan BRICS adalah bentuk adaptasi Indonesia terhadap dinamika perdagangan global yang berubah cepat.
“Presiden kita sudah mulai membuka pangsa pasar baru, tidak bergantung hanya pada satu kekuatan besar. Ini penting agar Indonesia bisa menggunakan kapasitasnya secara optimal di kancah global,” jelas Dave.
Upaya diversifikasi pasar ini dipandang sebagai cara jitu untuk mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap negara adidaya seperti Amerika Serikat. Dengan menjalin hubungan ekonomi multilateral, Indonesia dinilai memiliki peluang lebih besar untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dalam jangka panjang.
Perlu Respons Cepat dan Terukur
Pakar ekonomi dan hubungan internasional turut menyarankan agar pemerintah segera membentuk tim negosiator khusus untuk menangani ketegangan dagang ini. Selain itu, penguatan pasar domestik dan dorongan ekspor ke negara-negara mitra baru juga dianggap menjadi langkah strategis.
Pemerintah diharapkan tidak hanya bersikap reaktif terhadap kebijakan Trump, tapi juga proaktif dalam menyusun strategi jangka menengah dan panjang untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Kebijakan tarif impor AS terhadap Indonesia kembali menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan serius. Meski belum ada perubahan besar dari tarif sebelumnya, potensi kerugian bagi industri dalam negeri tidak bisa diabaikan. DPR mendesak pemerintah untuk segera melakukan lobi dan negosiasi diplomatik kepada otoritas Amerika Serikat. Di sisi lain, langkah Presiden Prabowo dalam membangun hubungan dengan OECD dan BRICS membuka harapan baru agar Indonesia tidak hanya bergantung pada satu poros ekonomi global. Untuk itu, kombinasi antara ketegasan diplomasi, diversifikasi pasar, dan penguatan ekonomi domestik menjadi kunci menghadapi gejolak perdagangan internasional yang makin kompleks.