Bangkaterkini.id, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis penjara seumur hidup terhadap dua mantan anggota TNI yang terlibat dalam penembakan seorang pemilik rental mobil, Ilyas Abdurrahman. Putusan ini dinilai sebagai bentuk impunitas yang mengancam supremasi hukum di Indonesia.
Koalisi yang terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, dan Human Right Watch ini menyayangkan ketiadaan penjelasan terbuka dari MA terkait dasar dan pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut. Mereka menilai proses peradilan yang tertutup ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sistem peradilan.

"MA seharusnya menjadi benteng terakhir supremasi hukum, bukan justru menjadi bagian dari mekanisme impunitas," tegas Koalisi Sipil dalam pernyataan resminya, Selasa (21/10/2025). Mereka khawatir praktik impunitas semacam ini akan menjadi ancaman nyata bagi supremasi sipil dan negara hukum.
Koalisi juga mengingatkan bahwa agenda pemisahan militer dari urusan sipil dan pengawasan sipil terhadap militer merupakan tuntutan penting dalam reformasi keamanan pasca-reformasi 1998. Putusan MA ini dinilai bertentangan dengan semangat reformasi tersebut.
Sebelumnya, MA membatalkan vonis penjara seumur hidup untuk Bambang Apri Atmojo (terdakwa I) dan Akbar Adli (terdakwa II), dua mantan prajurit TNI yang terlibat dalam kasus penembakan Ilyas Abdurrahman. Selain itu, MA juga mengurangi hukuman untuk Rafsin Hermawan (terdakwa III).
Berdasarkan putusan kasasi nomor 213 K/MIL/2025, Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli masing-masing divonis 15 tahun penjara dan dipecat dari dinas militer. Mereka juga diwajibkan membayar restitusi kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman dan korban luka, Ramli. Sementara itu, Rafsin Hermawan dihukum 3 tahun penjara dan dipecat dari dinas militer.
