Bangkaterkini.id, Komisi V DPR RI mendesak investigasi menyeluruh terkait prosedur penerbitan izin berlayar kapal di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Desakan ini muncul menyusul serangkaian insiden kecelakaan laut yang menimpa kapal wisata di wilayah tersebut, memicu kekhawatiran serius akan lemahnya pengawasan dan keselamatan maritim.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, secara tegas mengkritisi kelalaian kolektif dalam merespons peringatan dini cuaca ekstrem. Menurut Huda, tragedi berulang ini seharusnya dapat dihindari jika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan para pemangku kepentingan tidak mengabaikan peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai bibit siklon 96S yang telah disampaikan beberapa minggu sebelumnya.

"Ini adalah kelalaian kolektif dalam merespons deteksi dini bencana," ujar Huda kepada wartawan, Selasa (30/12/2025).
Perhatian Huda secara khusus tertuju pada operasional KM Putri Sakinah. Kapal pinisi itu nekat berlayar pada malam hari menuju Pulau Padar pada Jumat (26/12), meskipun kondisi gelombang laut dilaporkan mencapai lebih dari dua meter. Insiden tersebut berujung pada tenggelamnya kapal dan menelan korban enam wisatawan asal Spanyol, satu keluarga yang terdiri dari Martin Carreras Fernando, istri, dan empat anaknya. Hingga kini, Martin dan tiga anaknya masih dalam pencarian, sementara sang istri, Mar Martinez Ortuno, dan putri bungsu mereka berhasil selamat.
Tak berselang lama, pada Senin (29/12), musibah serupa kembali terjadi. Kapal pinisi Dewi Anjani karam di perairan Dermaga Pink, Labuan Bajo. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo, Stephanus Risdiyanto, mengungkapkan penyebab sementara insiden ini adalah kelalaian anak buah kapal (ABK) yang tertidur dan tidak memompa air.
Menanggapi rentetan kejadian ini, Huda mendesak Kemenhub untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap prosedur penerbitan izin berlayar (clearance) di tengah situasi cuaca ekstrem. "Kemenhub harus mengusut tuntas. Mengapa kapal diizinkan berlayar saat risiko cuaca begitu tinggi?" tegasnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mendorong Kemenhub untuk memberlakukan moratorium atau penghentian sementara penerbitan izin berlayar di wilayah yang ditetapkan sebagai zona merah cuaca ekstrem. Ia menekankan bahwa syahbandar harus berani menolak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi kapal wisata maupun transportasi umum hingga kondisi cuaca benar-benar aman dari dampak bibit siklon 96S.
Selain itu, Huda meminta seluruh operator transportasi mengintegrasikan sistem navigasi mereka dengan sistem pemantauan cuaca BMKG secara real time. Sanksi tegas, mulai dari pencabutan izin operasi hingga tuntutan pidana, juga didesak untuk diterapkan bagi petugas atau operator yang terbukti melanggar protokol keselamatan di tengah kondisi cuaca ekstrem.
Huda mengingatkan bahwa wilayah Bali, NTB, dan NTT adalah representasi pariwisata Indonesia di mata dunia. "Hilangnya nyawa wisatawan mancanegara merupakan pukulan telak bagi citra keamanan pariwisata kita," pungkasnya.
