Bangkaterkini.id, Jakarta – Pemerintah China mengambil langkah berani untuk mengatasi penurunan angka kelahiran yang mengkhawatirkan. Tunjangan anak senilai 3.600 yuan (sekitar Rp 8,2 juta) per tahun akan diberikan untuk setiap anak di bawah usia tiga tahun. Kebijakan ini diumumkan di tengah krisis demografi yang melanda Negeri Tirai Bambu, dimana angka kelahiran terus merosot dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan angka kelahiran di China sangat drastis. Pada tahun 2024, hanya 9,54 juta bayi yang lahir, separuh dari angka kelahiran tahun 2016, saat kebijakan satu anak dihapuskan. Selain itu, angka pernikahan juga mencapai titik terendah, dengan banyak pasangan muda menunda memiliki anak karena tingginya biaya hidup dan fokus pada karir.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan angka kelahiran. Lebih dari 20 pemerintah provinsi menawarkan tunjangan anak. Di Hohhot, Mongolia Dalam, keluarga dengan tiga anak atau lebih bisa menerima hingga 100.000 yuan (Rp 22,8 juta) jika menambah momongan. Bahkan di Shenyang, keluarga yang memiliki anak ketiga menerima 500 yuan (Rp 2,8 juta) per bulan hingga anak berusia tiga tahun.
Provinsi Sichuan mengusulkan penambahan cuti pernikahan dari 5 hari menjadi 25 hari, serta cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 150 hari, demi menciptakan "masyarakat yang mendukung kelahiran anak".
Para analis menyambut baik tunjangan ini, namun memperingatkan bahwa jumlahnya mungkin tidak cukup untuk membalikkan depopulasi atau meningkatkan belanja domestik. Zhiwei Zhang dari Pinpoint Asset Management menilai tunjangan ini menunjukkan kesadaran pemerintah akan tantangan serius akibat rendahnya angka kelahiran.
Ekonom Capital Economics, Zichun Huang, menyebut kebijakan ini sebagai "tonggak penting" karena pemerintah memberikan bantuan langsung kepada rumah tangga. Namun, ia juga berpendapat bahwa jumlah tunjangan tersebut terlalu kecil untuk berdampak signifikan pada angka kelahiran dan konsumsi dalam jangka pendek.
Wang Xue, seorang ibu di Beijing, mengatakan tunjangan ini mungkin mendorong pasangan muda untuk mempertimbangkan anak kedua. Namun, baginya, langkah-langkah ini belum cukup meyakinkan. "Memiliki satu anak masih bisa diatasi, tapi jika saya memiliki dua, saya mungkin merasa sedikit tertekan secara finansial," ujarnya kepada AFP.