Bangkaterkini.id, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di lingkungan Bank Rakyat Indonesia (BRI) hanya tinggal menunggu waktu. Dengan nilai proyek mencapai Rp2,1 triliun, indikasi korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp700 miliar menjadi perhatian serius lembaga antirasuah tersebut.
Gambar Istimewa : pontas.id
Kepastian ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, usai memberikan keterangan terkait perkembangan penyidikan kasus ini. Ia menegaskan bahwa proses penyelidikan hingga penyidikan telah menemukan banyak alat bukti, dan saat ini lembaganya sedang dalam tahap akhir untuk menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“KPK secepatnya akan menyampaikan siapa saja yang bertanggung jawab dan akan ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Pengadaan EDC Diduga Sarat Kepentingan
Proyek pengadaan mesin EDC yang berlangsung sejak 2020 hingga 2024 itu semestinya menjadi bagian dari modernisasi sistem transaksi BRI. Namun, alih-alih memberikan efisiensi, proyek justru menjadi sorotan karena indikasi mark-up dan penggelembungan anggaran yang merugikan keuangan negara secara masif.
Mesin EDC, yang berfungsi sebagai alat untuk memproses pembayaran elektronik, seharusnya menunjang layanan transaksi BRI di seluruh Indonesia. Namun dalam implementasinya, diduga ada proses yang tidak transparan, mulai dari pengadaan hingga distribusi perangkat.
“Dugaan korupsi terkait pengadaan EDC,” jelas Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, kepada wartawan dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
13 Orang Dicegah ke Luar Negeri, Termasuk Eks Wadirut BRI
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah mengambil langkah pencegahan ke luar negeri terhadap 13 orang yang diduga terlibat dalam skandal ini. Salah satu nama yang mencuat adalah Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI. Ia bahkan telah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik pada Kamis, 26 Juni lalu, selama kurang lebih dua setengah jam.
Catur bukan satu-satunya pejabat tinggi yang terseret. KPK terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak internal BRI lainnya, termasuk dari tim pengadaan dan vendor penyedia mesin.
Tak hanya itu, penggeledahan juga telah dilakukan di beberapa lokasi strategis, termasuk kantor pusat BRI di Jalan Gatot Subroto dan Sudirman, Jakarta. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita dokumen-dokumen penting dan catatan keuangan yang diduga berkaitan dengan aliran dana dan kontrak proyek.
KPK Gunakan Sprindik Umum, Tersangka Segera Diumumkan
Dalam penanganan kasus ini, KPK masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum sebagai payung hukum untuk menelusuri semua kemungkinan keterlibatan pihak lain. Hal ini membuka ruang bagi KPK untuk menggali lebih luas jejaring korupsi yang mungkin tidak hanya melibatkan internal BRI, tetapi juga pihak eksternal dan rekanan proyek.
Budi Prasetyo menambahkan bahwa tidak tertutup kemungkinan akan ada lebih dari satu tersangka dalam kasus ini. Semua pihak yang terbukti berperan dalam praktik korupsi tersebut akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.
KPK Bergerak Cepat, Publik Tunggu Ketegasan Penegakan Hukum
Kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI menjadi sorotan publik karena melibatkan dana triliunan rupiah dan menyeret nama besar di sektor perbankan nasional. Langkah cepat KPK dalam mengusut dan mengamankan bukti menjadi sinyal kuat bahwa lembaga ini tak ragu mengungkap praktik curang di balik proyek digitalisasi layanan keuangan.
Penetapan tersangka hanya tinggal menunggu waktu. Dengan bukti yang terus dikumpulkan, masyarakat kini menanti komitmen KPK dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Semoga kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap proyek publik harus dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, demi mencegah kebocoran anggaran yang merugikan negara dan rakyat.